Sabtu, 29 Oktober 2011

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


JURNAL ILMIAH


Judul               : ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, DAN KEMISKINAN(STUDI PADA 29 KABUPATEN DAN 9 KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR PERIODE 2001 – 2006 )

Pengarang       : Suci Amelia

Tema               : Kemiskinan


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan realisasinya tingkat pertumbuhan ekonomi,pengangguran dan kemiskinan. Sampel dalam penelitian ini adalah 38 kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 9 kota dan 29 kabupaten mulai tahun 2001 sampai tahun 2006.

3.2  Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data keuangan APBD dan realisasinya, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan. Data diperoleh melalui dinas atau instansi terkait.

3.3  Pengukuran Variabel Penelitian
Rasio kemandirian1 diukur dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan bantuan pusat dan pinjaman. Rasio Kemandirian2 diukur dengan total PAD dibagi dengan total pendapatan. Rasio efektifitas diukur dengan  realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD. Rasio efisiensi diukur dengan realisasi pengeluaran dibagi dengan realisasi penerimaan. Variabel kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi adalah variabel eksogen. Variabel pertumbuhan ekonomi adalah variabel eksogen dan variabel endogen, sedangkan variabel kemiskinan dan pengangguran adalah variabel endogen.      




        3.4 Model Penelitian




Sumber

1. ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, DAN KEMISKINAN, Priyohari, 2009.
2.      EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH, Fajar Arie Sasongko, 2009.
3.    PENGENTASAN KEMISKINAN DENGAN KEARIFAN LOKAL, Marcus J. Pattinama, 2009.




Tugas ini ditujukan untuk Bapak PRIHANTORO

Sabtu, 22 Oktober 2011

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL ILMIAH


Judul               : ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, DAN KEMISKINAN(STUDI PADA 29 KABUPATEN DAN 9 KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR PERIODE 2001 – 2006 )

Pengarang       : Suci Amelia

Tema               : Kemiskinan

BAB II
LANDASAN TEORI


2. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesa

Kinerja Keuangan 
           
             Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio efisiensi, rasio pertumbuhan, dan rasio keserasian. dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya.

2.2 Keterkaitan Antara Kinerja Keuangan Dengan Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan   Kemiskinan
            Kemandirian dan pengelolaan secara ekonomis, efektif, dan efisiensi suatu daerah atau wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang atau tidak adanya intervensi dalam hal kebijakan terkait dengan pengelolaan daerah tersebut. Di samping itu, aparatur daerah dapat secara inisiatif dan kreatif dalam mengelola daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan pada daerah tersebut.  


2.3 Tinjauan Riset Terdahulu

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Ardi Hamzah, 2008). Indikator kinerja yang dipergunakan di dalam mengukur kinerja organisasi, yaitu : a) masukan (input), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelakasanaan kegiatan dapat berjalan untuk meghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan; b) keluaran
(output), adalah tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang/ jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan; c) hasil (out come), adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat6 keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dihasilkan; d) manfaat (benefit), adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah daerah; e) dampak (impact), adalah tolok
ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat (Fadillah dan Muhtar, 2004: 32).
 Faktor penentu efisiensi dan efektifitas sebagai berikut (Budiarto, 2007): a. faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan; b. faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; c. faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; d. faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; e. faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud. 

2.4 Hipotesis Penelitian

HA1: Kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
HA2: Pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
HA3: Pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
HA4: Kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian 2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pengangguran.
HA5: Kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

 Sumber

1. ANALISA KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, DAN KEMISKINAN, Priyohari, 2009.
2.        EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH, Fajar Arie Sasongko, 2009.
3.        PENGENTASAN KEMISKINAN DENGAN KEARIFAN LOKAL, Marcus J. Pattinama, 2009.

Tugas ini ditujukan untuk Bapak PRIHANTORO

Kamis, 13 Oktober 2011

PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN

BAB 3

PENDAHULUAN

Proses pengambilan keputusan oleh konsumen
            Proses pengambilan keputusan merupakan sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan atau suatu opini terhadap suatu pilihan.

3.1Model proses pengambilan keputusan
Direktif
Pengambilan keputusan dilakukan pemimpin berdasarkan sangat sedikit (bahkan tidak sama sekali) masukan dari orang lain. Kelebihan dari model ini, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan relative cepat. Model ini sesuai bila pemimpin adalah orang yang benar telah berpengalaman dan pernah menghadapi situasi serupa. Di sisi lain, patut dipertimbangkan bahwa kondisi nyata berubah sangat cepat. Solusi yang persis sama belum tentu sesuai untuk keadaan yang berbeda.
Parisipatif
Semua pengikut mmemberi masukan dalam diskusi dan proses pembuatan keputusan. Model ini mengakomodasi sumbangan pikiran dari semua yang akan terlibat dalam pekerjaan besar tertentu. Akan tetapi, untuk menggunakan cara ini dibutuhkan kepemimpinan yang sangat kuat karena sangat mungkin berbagai pihak saling silang pendapat sehingga proses pengambilan keputusan berlarut - larut dan tidak efektif.
Konsultatif
Merupakan kombinasi dari dua model sebelumnya di mana pemimpin hanya meminta masukan mengenai hal-hal yang dapat didiskusikan. Keputusan yang bersifat strategis (berpengaruh sangat besar dan menyangkut pencapaian visi) dilakukan oleh pemimpin. Model ini sesuai bila ingin mengefektifkan waktu pengambilan keputusan.
3.2 Tipe proses pengambilan keputusan

Keputusan Terprogram

Merupakan keputusan yang berulang dan telah ditentukan sebelumnya, dalam keputusan terprogram prosedur dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami organisasi. Keputusan terprogram memiliki struktur yang baik karena pada umumnya kriteria bagaimana suatu kinerja diukur sudah jelas, informasi mengenai kinerja saat ini tersedia dengan baik, terdapat banyak alternatif keputusan, dan tingkat kepastian relatif yang tinggi. Tingkat kepastian relatif adalah perbandingan tingkat keberberhasilan antara 2 alternatif atau lebih. Contoh keputusan terprogram adalah, aturan umum penetapan harga pada industri rumah makan dimana makanan akan diberi harga hingga 3 kali lipat dari direct cost.



Keputusan Tidak Terprogram

Keputusan ini belum ditetapkan sebelumnya dan pada keputusan tidak terprogram tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Keputusan ini dilakukan ketika organisasi menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, sehingga organisasi tidak dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, sehingga terdapat ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau tidak, akibatnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram selain itu tingginya kompleksitas dan ketidakpastian keputusan tidak terprogram pada umumnya melibatkan perencanaan strategik.

1.3  Faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah

1.      Tahap Identifikasi Masalah
Pada tahap ini informasi mengenai kondisi lingkungan serta organisasi di monitor untuk menentukan apakah kinerja organisasi memuaskan atau tidak, pada tahap ini juga dilakukan diagnosa penyebab terjadinya kekurangan pada organisasi, jika terjadi kemunduran kinerja.   



2.      Tahap Penyelesaian Masalah
Adalah tahap dimana terjadi pertimbangan terhadap setiap alternatif keputusan, pada tahap ini satu alternatif akan dipilih sebagai alternatif yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah yang dialami organisasi.

PEMBAHASAN

 Contoh kasus :
Penahanan yang dilakukan Polri terhadap dua Pimpinan KPK (komisi pemberantasan korupsi) non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang kekuasan menimbulkan gemuruh politik yang sangat keras. Berbagai lapisan masyarakat Indonesia baik masyarakat umum, mahasiswa, politikus dan tokoh masyarakat secara bertubu-tubi mengungkapkan kekecewaannya pada kepolisian, kejaksaan, bahkan pemerintah.
Permasalahan ini bila dicermati tampaknya bukan sekedar adanya kasus seorang Bibit atau Chandra. Bagi sebagian aparat hukum dan praktisi hukum mungkin saja kasus ini adalah hal biasa. Tetapi karena akumulasi berbagai ketidakpercayaan publik kepada aparat penegak hukum dan penegak keadilan di negeri ini, kasus ini menjadi luar biasa. Ketidakpercayaan yang berlarut-larut yang tidak terselesaikan inilah yang mengakibatkan kecurigaan berlebihan dari berbagai kalangan dalam menyikapi kasus ini. Apalagi dari hasil sadapan telepon oleh KPK menginterpretasikan bagaimana Anggodo sang cukong besar dengan mudahnya mengatur skenario penangkapan Bibit Chandra. Dari sinilah mulai muncul kecurigaan skenario kriminalisasi KPK. Akhirnya saat ini angin sedang berhembus di belakang KPK untuk melawan ancaman pemidanaan oleh polisi.
Bahkan presiden sebagai decision makers dengan manajemen krisisnya mencoba memberikan terobosan hukum dan politik dengan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang disebut tim delapan. Tindakan ini adalah pilihan terakhir presiden untuk menyikapi mistrust dan distrust yang sedang terjadi dalam masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Indonesia. Tetapi tindakan inipun juga tidak sanggup meredam kegelisahan publik.

Tujuan :
untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan suatu keputusan oleh decision makers dalam dunia nyata.

Hasil :
Penahanan yang dilakukan Polri terhadap dua Pimpinan KPK non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang kekuasan merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikan secepatnya, karena kasus kriminalisasi KPK ini melibatkan Polri dan Kejaksaan sebagai dua organisasi penegakan hukum di Indonesia yang apabila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kecurigaan berlebihan dari berbagai kalangan yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

Pada saat-saat seperti ini maka tugas seorang pemimpin, yakni Presiden Republik Indonesia (RI) untuk dapat menggunakan kewenangannya didalam pengambilan keputusan guna menyelesaikan polemik kriminalisasi KPK ini. Apabila dicermati lebih lanjut maka terdapat analogi antara Presiden RI dengan top-level manajer dari perusahaan, dimana baik itu Presiden RI dan top-level manajer suatu perusahaan merupakan seorang decision makers yang dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan dalam  menyelesaikan permasalahan yang menimpa organisasi. Perbedaaan yang paling mendasar diantara keduanya hanyalah pada skala organisasi yang dipimpin, dimana Presiden memimpin organisasi pada level country atau state level sementara top-level-managers memimpin organisasi pada coorporate level. Sementara, alur pengambilan keputusan baik itu Presiden maupun top-level-managers akan mengikuti alur yang sama seperti yang dikemukakan pada landasan teori diatas, berikut merupakan alur yang paling mungkin dapat terjadi dalam pengambilan keputusan Presiden dalam menangani persoalan kriminalisasi KPK tersebut.

Tingginya kompleksitas dan ketidakpastian keputusan, menyebabkan terbentuknya keputusan tidak terprogram, dimana keputusan belum ditetapkan sebelumnya dan tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Organisasi, dalam hal ini negara Republik Indonesia menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, yakni kriminalisasi KPK. Sehingga organisasi tidak dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, akibatnya terdapat ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau tidak, yang pada akhirnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram.
Pengambilan keputusan individu menggunakan pendekatan rasionalitas yang menekankan langkah-langkah sistematis dan ilmiah dalam pengambilan keputusan (rational approach) tidak dimungkinkan untuk dilakukan dalam menyikapi permasalahan kriminalisasi KPK, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, faktor politik, tekanan masyarakat terhadap kejelasan perkara, dan keterbatasan-keterbatasan lain. Hal ini menjadikan rasionalitas menjadi terkekang dan tidak memungkinkan bagi Presiden untuk membuat keputusan individu berdasarkan rationality approach, sehingga model bounded rationality perspective menjadi alternatif bagi alur pengambilan keputusan. Sehingga pengambilan keputusan menggunakan pendekatan atau model ini lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis dan mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.
Alur selanjutnya adalah pengambilan keputusan organisasi, pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari decision makers tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan banyak decision makers. Perkara kriminalisasi KPK memiliki karakteristik masalah sebagai berikut:

1. Menuntut solusi yang cepat
2. Sarat dengan muatan politik
3. Tekanan publik yang tinggi
4. Keterbatasan informasi terhadap permasalahan

Berdasarkan karakteristik tersebut maka pengambilan keputusan organisasi yang lebih cocok akan mengikuti Carnegie model atau Garbage can model, model Carnegie merupakan model bounded rationality perspective pada level organisasi yang menekankan pada faktor sosial dan politik, model Carnegie akan memberikan solusi tunggal terhadap permasalahan. Sementara, Garbage can model akan memberikan gambaran bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan dan memberikan solusi majemuk.

Tim delapan yang merupakan tim pencari fakta (TPF) pada perkara kriminilisasi KPK, menggambarkan bagaimana alur pengambilan keputusan dibuat berdasarkan Carnegie model. Tim delapan, merupakan koalisi dengan komposisi yang terdiri dari sebagian besar pakar hukum yang bertugas mengumpulkan informasi seputar permasalahan yang ada serta memberi rekomendasi solusi yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan kepada Presiden. Terbentuknya koalisi antar pakar hukum ini memungkinkan terjadinya diskusi, interpretasi tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya, sehingga terbentuknya koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Setelah TPF memberikan rekomendasi, maka alur keputusan akan kembali lagi kepada Presiden baik itu sebagai seorang individu maupun pemimpin organisasi. Keputusan akhir dari Presiden mengenai permasalahan tersebut akan menunjukkan kapabilitas dari seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi perkara kriminalisasi KPK yang telah menjadi burning issue bagi penegakan hukum di Indonesia. Alur pengambilan keputusan ini pada umumnya akan berlangsung cepat, namun faktor internal dan eksternal yang sarat muatan politik akan menjadi hambatan yang signifikan dalam pengambilan keputusan.



PENUTUP

Kesimpulan

Proses pengambilan keputusan harusnya disiapkan dengan matang sehingga tidak terjadi kesalahan dan pengambilan keputusan yang baik setidaknya dipertimbangkan terlebih dahulu agar hasil yang diinginkan optimal.

http://semangatbelajar.com/model-pengambilan-keputusan/


Nama : Suci Amelia
NPM : 15209949
Kelas : 3ea11

SEGMENTASI PASAR



BAB 2

PENDAHULUAN

2.1Segmentasi Pasar dan Analisis Demografi ( STRATEGI PEMASARAN )

A. Pengertian Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah pengambilan keputusan-keputusan tentang biaya pemasaran, bauran pemasaran, alokasi pemasaran dalam hubungan dengan keadaan lingkungan yang diharapkan dan kondisi persaingan. Dalam strategi pemasaran, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan strategi dalam pemasaran yaitu :
1. Daur hidup produk
Strategi harus disesuaikan dengan tahap-tahap daur hidup, yaitu tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan dan tahap kemunduran.
2. Posisi persaingan perusahaan di pasar
Strategi pemasaran harus disesuaikan dengan posisi perusahaan dalam persaingan, apakah memimpin, menantang, mengikuti atau hanya mengambil sebagian kecil dari pasar.
3. Situasi ekonomi
Strategi pemasaran harus disesuaikan dengan situasi ekonomi dan pandangan kedepan, apakah ekonomi berada dalam situasi makmur atau inflasi tinggi.

B. Macam-Macam Strategi Pemasaran
macam strategi pemasaran diantaranya:
1. Strategi kebutuhan primer
Strategi-strategi pemasaran untuk merancang kebutuah primer yaitu:
1. Menambah jumlah pemakai dan
2. Meningkatkan jumlah pembeli.
2. Strategi Kebutuhan Selektif
Yaitu dengan cara :
a. Mempertahankan pelanggan misalnya:
1. Memelihara kepuasan pelanggan;
2. Menyederhanakan proses pembelian;
3. Mengurangi daya tarik atau jelang untuk beralih merk;
b. Menjaring pelanggan (Acquistion Strategier)
1. Mengambil posisi berhadapan (head – to heas positioning)
2. Mengambil posisi berbeda (differentiated positin)
Secara lebih jelas, strategi pemasaran dapat dibagi kedalam empat jenis yaitu:
1. Merangsang kebutuhan primer dengan menambah jumlah pemakai.
2. Merangsang kebutuhan primer dengan memperbesar tingkat pembelian.
3. Merangsang kebutuhan selektif dengan mempertahankan pelanggan yang ada.
4. Merangsang kebutuhgan selektif dengan menjaring pelanggan baru.




C. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi suatu pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda. Atau segmentasi pasar bisa diartikan segmentasi pasar adalah proses pengidentifikasian dan menganalisis para pembeli di pasar produk, menganalisia perbedaan antara pembeli di pasar.

1. Dasar-dasar dalam penetapan Segmentasi Pasar
Dalam penetapan segmentasi pasar ada beberapa hal yang menjadi dasarnya yaitu:
1. Dasar – dasar segmentasi pasar pada pasar konsumen
a. Variabel geografi, diantaranya : wilayah, ukuran daerah, ukuran kota, dan kepadatan iklim.
b. Variabel demografi, diantaranya : umur, keluarga, siklus hidup, pendapatan, pendidikan, dll
c. Variabel psikologis, diantaranya :kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian.
d. Variabel perilaku pembeli, diantaranya : manfaat yang dicari, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan dan sikap pada produk.
2. Dasar – dasar segmentasi pada pasar industri
a. Tahap 1: menetapkan segmentasi makro, yaitu pasar pemakai akhir, lokasi geografis, dan banyaknya langganan.
b. Tahap 2: yaitu sikap terhadap penjual, ciri – ciri kepribadian, kualitas produk, dan pelanggan.

2. Syarat segmentasi Pasar
Ada beberapa syarat segmentasi yang efektif yaitu :
a. Dapat diukur
b.Dapat dicapai
c. Cukup besar atau cukup menguntungkan
d.Dapat dibedakan
e. Dapat dilaksanakan

3. Tingkat Segmentasi Pasar
Karena pembelian mempunyai kebutuhan dan keinginan yang unik. Setiap pembeli, berpotensi menjadi pasar yang terpisah. Oleh karena itu segmentasi pasar dapat dibangun pada beberapa tingkat yang berbeda.
a. Pemasaran massal
Pemasaran massal berfokus pada produksi massal, distribusi massal, dan promosi massal untuk produk yang sama dalam cara yang hampir sama keseluruh konsumen.
b. Pemasaran segmen
Pemasarn segmen menyadari bahwa pembeli berbeda dalam kebutuhan, persepsi, dan perilaku pembelian.
c. Pemasaran ceruk
Pemasaran ceruk (marketing niche) berfokus pada sub group didalam segmen-segmen. Suatu ceruk adalah suatu group yang didefiniskan dengan lebih sempit.
d. Pemasaran mikro
Praktek penyesuaian produk dan program pemasaran agar cocok dengan citarasa individu atau lokasi tertentu. Termasuk dalam pemasaran mikro adalah pemasaran lokal dan pemasaran individu.


4. Manfaat Segmentasi Pasar
Sedangakan manfaat dari segmentasi pasar adalah:
a. Penjual atau produsen berada dalam posisi yang lebih baik untuk memilih kesempatan- kesempatan pemasaran.
b. Penjual atau produsen dapat menggunakan pengetahuannya terhadap respon pemasaran yang berbeda-beda, sehingga dapat mengalokasikan anggarannya secara lebih tepat pada berbagai segmen.
c. Penjual atau produsen dapat mengatur produk lebih baik dan daya tarik pemasarannya
D. Menentukan Pasar Sasaran
Langkah-langkah dalam menetukan pasar sasaran yaitu :
1. Langkah pertama
Menghitung dan menilai potensi keuntungan dari berbagai segmen yang ada
2. Langkah kedua
Mencatat hasil penjualan tahun lalu dan memperkirakan untuk tahun yang akan datang.
A. Pengertian Pemasaran
Ada beberapa definisi mengenai pemasaran diantaranya adalah :
a. Philip Kotler (Marketing) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
b. Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
c. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.
d. Menurut W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial.

PEMBAHASAN

Contoh kasus : Contoh Permintaan Barang Individual
Sebagai langkah pertama kita pelajari permintaan suatu keluarga akan beras. Jumlah beras yang dibutuhkan keluarga tersebut kurang lebih 40 kilogram per bulan. Apakah jumlah sekian kilogram pasti juga akan dibeli? Belum tentu! Jumlah yang dibeli tidak hanya tergantung dari kebutuhan, melainkan juga dari harga beras. (Juga dari selera konsumen, dan besarya penghasilan keluarga yang bersangkutan dan harga barang- barang lain. Tetapi hal-hal ini untuk sementara belum kita perhatikan). Jika harga beras murah, keluarga tersebut mungkin akan membeli 50 kilogram atau lebih. Tetapi jika harga beras mahal, mereka (mungkin terpaksa) akar membeli kurang dari 40 kilogram.
Keterangan tentang jumlah beras yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga dikumpulkan dalam Daftar Permintaan (Demand Schedule) di bawah ini,
Tabel I.1-A. DAFTAR PERMINTAAN AKAN BERAS – KELUARGA ATabel Permintaan Beras
Tabel ini harus dibaca. Kalau harga beras (P) Rp3.000/kg, jumlah beras yang mau dibeli (Qd) oleh keluarga A sebanyak 40 kilogram per bulan. Tetepi, Kalau harga beras 2.000/kg, (ceteris paribus), maka jumlah yang mau dan dapat dibeli sehanyak 60 kilogram per bulan, Jadi, tabel ini hanya menunjukkan berbagai kemungkinan jumlah kg beras yang mau dibeli, tergantung tinggi-rendahnya harga beras, atau berbagai kombinasi atau pasangan Qd dan P.
Anggapan ceteris paribus antara lain berarti bahwa pendapatan keluarga tersebut tetap sama. Dalam contoh ini anggaran yang tersedia adalah Rp120.000 per bulan untuk membeli beras. Kalau harga beras naik dari Rp3000 menjadi Rp4.000/kg, sebenamya keluarga tersebut tetap ingin membeli 40 kg beras, tetapi dengan jumlah uang yang sama mereka hanya dapat membeli 30 kilogram. Kalau tetap mau membeli 40 kilogram beras, maka perlu ada tambahan uang (Rp160.000) atau harus mengurangi pengeluaran untuk keperluan lain. Tetapi dengan anggapan ceteris paribus, kemungkinan itu justru ditiadakan.

PENUTUP
Kesimpulan
            Jadi jumlah beras yang mau dibeli oleh keluarga A tergantung dari tinggi rendahnya harga beras. Sebenarnya keluarga tersebut ingin membeli beras 40kg dengan jumlah uang yang sama.


rtikelekonomi.com/contoh-permintaan-barang-individual.html



Nama : Suci Amelia
NPM : 15209949
Kelas : 3ea11




PERILAKU KONSUMEN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian perilaku konsumen

Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan individu yang melibatkan pembelian penggunaan barang dan jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut sebagai pengalaman dengan produk, pelayanan dari sumber lainnya.

1.2 Pemikiran yang benar tentang konsumen
·         Konsumen adalah RAJA
·         Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti melalui penelitian.
             Tak diragukan lagi, konsumen tergolong aset paling berharga bagi semua bisnis. Tanpa dukungan mereka, suatau bisnis tidak bisa eksis. Sebaliknya jika bisnis kita sukses memberikan pelayanan terbaik, konsumen tidak hanya membantu bisnis kita tumbuh. Lebih dari itu, mereka biasanya akan membuat rekomendasi untuk teman dan relasinya.

1.3 Penelitian konsumen sebagai  bidang dinamis
Pendekatan dalam meneliti Perilaku Konsumen
Terdapat tiga pendekatan utama dalam meneliti perilaku konsumen. Pendekatan pertama adalah pendekatan interpretif. Pendekatan ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.
Pendekatan kedua adalah pendekatan tradisional yang didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen. Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku konsumen.
Pendekatan ketiga disebut sebagai sains marketing yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika. Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal dengan sebutan moving rate analysis.








PEMBAHASAN

2.1 Contoh kasus : ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KOMPUTER MEREK ACER (STUDI KASUS: MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA)


Menurut Kotler (1991) perilaku konsumen di pengaruhi oleh empat faktor budaya, yaitu: budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Selanjutnya dari keempat faktor tersebut dapat dirinci menjadi beberapa subfaktor. Untuk faktor psikologis terdiri dari: motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap. Dari berbagai variabel tersebut di atas akan diteliti tentang sikap konsumen terhadap pembelian produk komputer merek Acer. Di mana menurut Fishbein dan Ajzen (dalam Engel et al., 1994), bahwa sebuah sikap menggambarkan kecenderungan (predispositions) yang dipelajari untuk menanggapi suatu obyek dalam cara menyukai atau tidak menyukai (favourable or unfavourable) secara konsisten.
Dalam penelitian ini sikap merupakan variabel yang mendapat perhatian untuk diteliti,karena sikap merupakan faktor yang tepat untuk meprediksikan/meramalkan perilaku konsumen dimasa  ang akan datang (Basu Swasta DH, 1992). Jadi dengan mempelajari sikap konsumen diharapkan dapat menentukan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang terhadap produk komputer merek tertentu (Acer), berarti konsumen itu mau menerima atau merasa senang terhadap produk komputer, sehingga bila produk komputer tersebut ditawarkan kepada konsumen, kemungkinan besar akan dibeli oleh konsumen tersebut.

2.2  Perumusan Masalah
1. Apakah keyakinan konsumen berpengaruh secara signifikan pada sikap konsumen terhadap pembelian komputer merek Acer?
2. Apakah evaluasi akibat dari keyakinan konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap sikap konsumen dalam pembelian produk komputer merek acer?
3. Apakah motivasi konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap norma subyektif dalam
pembelian komputer merek Acer?

2.3 Model Reasoned Action
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen dalam sebuah artikel yakni  Understanding Attitude and Predicting behavior dan teori mengenai belief, intention, and behavior (dalam Basu Swastha, 1992: 39-53). Menurut teori Reasoned Action bahwa perilaku seseorang sangat tergantung pada minat/niatnya  (intention), sedangkan niat untuk berperilaku sangat tergantung pada sikap (attitude)dan norma subyektif atas perilaku. Pada sisi lain, keyakinan terhadap akibat perilaku dan evaluasi akibat akan menentukan sikap perilaku seseorang. Demikian pula, keyakinan normatif dan motivasi untuk mengikuti pendapat orang lain akan menentukan norma subyektifnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa minat untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan sosial).
Menggunakan metode sampling yaitu sebesar 10% dari jumlah mahasiswa. Jumlah mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi USU pada pertengahan tahun 2000 adalah 1451 orang sehingga jumlah sampel yang akan dijadikan responden sebesar 145 orang.


2.4 Sumber data
1. Data primer, yaitu yang diperoleh dari responden terpilih pada lokasi penelitian. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka data primer yang diperlukan adalah: data tentang keyakinan konsumen akan manfaat yang diyakini, data tentang evaluasi konsumen terhadap manfaat yang dapat diperoleh dari memiliki komputer
merek Acer, data tentang referensi atau orang lain yang mempengaruhi konsumen, data tentang motivasi konsumen utnuk menuruti anjuran orang lain, dan data tentang minat konsumen untuk membeli komputer merek Acer.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka dengan mempelajari berbagai tulisan yang berhubungan dengan perilaku konsumen dan data dari Fakultas Ekonomi USU,Acer, dan dari pihak lainnya yang dianggap perlu.

2.5 Hasil
1. Keyakinan penting dari konsumen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap berperilaku konsumen dalam pembelian produk komputer merek Acer di Kotamadya Medan. Ini
dapat dilihat pada nilai t-hitung sebesar 15,66 dibandingkan dengan t-tabel 1,98 dan juga nilai R2
 = 0,6181 serta koefisien regresi 1,3744..
2. Evaluasi konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap sikap berperilaku konsumen dalam
pembelian komputer merek Acer. Hal ini dapat dilihat pada nilai t-hitung = 11,06 dibandingkan
dengan t-tabel 1,98. Nilai koefisien determinasi R2yang diperoleh sebesar 0,4538 berarti variasi
dalam variabel sikap berperilaku konsumen dapat dijelaskan oleh variabel evaluasi konsumen sebesar 45,38%.
3. Motivasi konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap norma subyektif. Ini dapat dilihat pada nilai t-hitung 10,27 dibandingkan dengan t-tabel = 1,98. Nilai koefisien determinasi R2 yang diperoleh sebesar 0,4181, berarti bahwa variasi dalam variabel norma subyektif (NBMC) dapat dijelaskan oleh variabel motivasi konsumen sebesar 41,81%.

PENUTUP
Kesimpulan
            Jadi keyakinan diri akan manfaat membeli komputer merek Acer adalah keyakinan yang diperoleh konsumen berkenaan akan manfaat dan konsukuensi yang diterima jika membeli komputer merek Acer. Indikator yang digunakan disini adalah yang menyangkut atribut-atribut yang dimiliki, seperti kualitas, harga, pelayanan, purnajual, garansi, reputasi/nama baik, dan kecanggihan.

Saran
            Jadi perilaku konsumen yang baik adalah keyakinan konsumen dalam membeli suatu produk dengan memperhatikan kualitas yang ditawarkan oleh penjual. Dan penjual juga harus bisa membaca perilaku konsumen dengan baik.


Nama : Suci Amelia
NPM : 15209949
Kelas : 3ea11